Old Times with Mother

I miss the old days when I used to watch a lot of movies on television with my mother. We used to stay up late watching movie programs on television such as Layar Emas on RCTI, Selasa Drama, Rabu Misteri, Kamis Futuristis on SCTV.  I remember such movie we watched like Halloween, Poltergeist, Mommy Dearest, American Ninja, Princess Caraboo, Total Recall, Flight of the Navigator, The Last Emperor and lots of drama movies that I can’t remember now. Even when the economic crisis strike, and local television found a hard time to import such Hollywood movies, I still manage to show her some good movies on VCD.

I even remember the time when she take me and my brother to the movie theater to watch such movies like Ace Ventura and Street Fighter. For Street Fighter it’s actually more likely that we take her.

But now sinetron has grown to numerous. And my mother keep watching stuff that I really hate. She even manage to have parabola so she can watch foreign TV programme where they only speak Taiwanese. Now, it’s hard for me to find a good times to spend time with my mother like the old time when we watches lots of good movies. Even American Ninja.

In The Mood For Love DVD

According to DVDBeaver. This Tartan Video version has more superior image than the Criterion Collection version. Although I like the Criterion’s DVD package much better.

I haven’t watch this one yet, so I’m so excited right now. But maybe I’ll watch it in the weekend with a can of pineapple.

inthemoodforlovetartansmall

Ennio Morricone’s Peace Notes and Wong Kar-Wai’s Fallen Angels

Being a big fans of Morricone, I still listen to the bootlegged mp3 version of this concert every night. Finally i get to see the DVD version and it comes with 2 CD’s of the concert with more songs than ever.

ennio-peace-notes-small

The story of Fallen Angels was intended to be part of Chungking Express. I love Wong Kar-Wai’s movie very much.

fallen-angles-small

Shadows In Paradise (1986)

shadowsinparadise1

Sutradara negeri asal Nokia Aki Kaurismäki seringkali mengusung tema yang repetitif dalam setiap filmnya, yaitu sebuah tragedi dalam kemasan komedi tentang kaum pekerja kecil berkutat dalam kehidupan mereka yang monoton. Kemonotonan ini diadaptasi dengan sangat eksplisit oleh Kaurismaki. Tata kamera yang sangat statis, penampilan fisik para aktornya yang tidak menarik, akting yang seperti mayat hidup, dialog yang sangat baku, dan musik yang muncul hanya sesekali saja (meskipun efeknya selalu sangat penting di film Kaurismaki). Luar biasanya, semua rangkaian itu menciptakan formula yang sangat sempurna untuk menyampaikan cerita-cerita dalam film Kaurismäki.

Shadows In Paradise merupakan babak pertama dari 3 film yang disebut sebagai Proletariat Trilogy/Workers Trilogy (dua lainnya adalah Ariel dan Match Factory Girl). Film ini bercerita mengenai Nikander (Matti Pelonpää), seorang pria kesepian yang bekerja sebagai pengemudi truk sampah. Nikander menemukan arti hidupnya semakin menggantung ketika sahabat baiknya mendadak meninggal terkena serangan jantung. Namun harapan datang ketika ia bertemu dan jatuh cinta dengan seorang wanita yang bekerja sebagai kasir supermarket bernama Ilona (Kati Outinen). Di titik inilah Nikander belajar lari dari kemonotonan hidupnya dengan berjuang merebut hati Ilona.

Shadows in Paradise menandai kerja sama pertama Aki Kaurismäki dan aktor Kati Outinen. Bersama dengan Matti Pelonpää, kerjasama ini akan terus berlangsung di belasan film berikut. Outinen dan Pelonpää yang berwajah komikal memberikan sentuhan ajaib dalam film Kaurismaki. Disini hubungan romantis kedua karakter yang mereka bawakan digambarkan sangat wajar. Nikander yang pasif dan membosankan, serta Ilona yang pasif namun menyukai petualangan.

Kehidupan dua pekerja kecil tersebut dihiasi dengan penataan kamera yang artistik, dan musik rock n’ roll. Seperti biasa, Aki Kaurismäki memperlakukan tiap frame adegannya bagai sebuah potret atau lukisan. Komposisi warna dan pencahayaannya sangat indah dan sulit ditemui di film-film lain. Musik rock n’ roll berperan lebih dari hanya meningkatkan emosi penonton, disini rock n’ roll menentukan langkah hidup Nikander selanjutnya. (FOO)

The Phantom Carriage (1921)

Film The Phantom Carriage dikenal dengan effortnya untuk menghadirkan spesial efek alam supranatural. Victor Sjöström sang sutradara menggunakan teknik double exposure yang sebenarnya sederhana namun memakan waktu, mengingat sangat terbatasnya teknologi perfilman pada waktu itu.

Cerita The Phantom Carriage berkembang dari tahayul bahwa orang yang terakhir kali meninggal pada malam tahun baru, jika ia adalah seorang pendosa, maka akan bertugas untuk mengumpulkan arwah-arwah pendosa lain sampai malam tahun baru berikutnya.

Tepat menjelang tahun baru, ajal menjemput protagonis dalam kisah ini yaitu seorang gelandangan bernama David Holm (diperankan sendiri oleh Victor Sjöström), karena kekecewaan dalam hidupnya ia menjadi seorang pemabuk yang menghabisakan sisa hidupnya dengan hidup di jalanan, dan mengabaikan semua simpati dan kasih sayang dari orang-orang sekelilingnya, termasuk dari seorang suster Bala Keselamatan yang ikhlas mengasihi dan ingin memperbaiki hidup David.

Sesaat setelah ia meninggal, seorang teman lama David yang ternyata adalah pengumpul arwah dari tahun sebelumnya datang mengunjungi David. Mengingatkan ia akan kisah hidupnya, apa yang membuat hidupnya begitu destruktif dan membawanya mengunjungi orang-orang yang hidupnya dihancurkan oleh David termasuk sang suster dan anak dan istri yang dulu amat disayanginya.

Dalam usia perfilman yang masih sangat muda, Victor Sjöström mampu menghadirkan kisah bernilai moral tinggi tanpa bersikap naif atau menggurui penontonnya. Dengan cerita yang mengambil tradisi Christmas Carol, pengaruhnya banyak ditemui dalam film-film modern yang lebih populer. Hal yang patut dikagumi, mentor Ingmar Bergman ini mampu mengemas kisah yang sebenarnya cukup mendongeng menjadi film moral yang nilai sosialnya sangat dekat dengan  penontonnya.

The Phantom Carriage: KTL Edition

This one is a classic silent cinema from Sweden. Best known for it’s creepy tone and the use of double exposure shot to create difference between human and afterworld. Released and treated magnificently by Tartan Video with two edition. The version I buy is using the newly made soundtrack by KTL.

phantomcarriagektl01

phantomcarriagektl02

The Godfaher: The Coppola Restoration

After waiting for a month (probably got stock in custom or post office for about two weeks) this DVD of greatest movies of all time finally arrive! Sadly to say, it’s not arrive on it’s best condition.

godfahterpackage

godfatherslimcase

Wong Kar-Wai and Murnau

Have an idea about strarting to post my DVD collection. These are the first DVD I ever ordered from Amazon UK. It’s cheaper in account of exchange rate and surprisingly faster in delivery (only took a week).

I’ve been a long time fans of Wong Kar-Wai (thanks, Al!), but yet haven’t seen one of his masterpiece Happy Together, the Artificial Eye version of the film is the most superb version, according to DVDBeaver.com, please, check here. I’m also a new fans to silent film, so I ordered this movie, Der Letze Mann.

wong-kar-wai-collection1

derletzemannfront

derletzemannin

The Beatles Wannabe

This picture taken last December while I’m having a good time on Cirebon. Looks like I’m John Lennon.

Sugar Cube on Bleu

Suka banget sama satu adegan dari film Trois Couleurs: Bleu ini,

sugar cube

Detail terhadap balok gula dan kopi menggambarkan kesendirian Julie, dimana semua hal -kecuali dirinya- menjadi tidak penting, termasuk orang-orang dari masa lalu atau masa depan yang bisa membuatnya sakit.